Plt. Kepala BPOM L. Rizka Andalusia. Foto: Badan POM
in

Ramadan 1445 H, Badan POM Temukan 628 Sarana Jual Produk tidak Penuhi Ketentuan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) kembali melakukan intensifikasi pengawasan pangan, sepanjang Ramadan dan Jelang Idulfitri 1445 H/2024.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPOM, L. Rizka Andalusia mengatakan hasil pemeriksaan pihaknya menemukan 628 sarana (28,44 persen) yang menjual produk tidak memenuhi ketentuan (TMK).

“Berupa pangan tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak, dengan jumlah total temuan pangan TMK sebanyak 188.640 pieces, yang diperkirakan bernilai lebih dari Rp2,2 miliar,” kata Rizka dikutip dari InfoPublik.id Selasa (2/4/2024).

Hasil pengawasan, lanjut Rizka, memperlihatkan hasil yang positif yaitu terjadinya penurunan jumlah sarana TMK sebesar 13,14 persen dibandingkan 2023 (723 sarana).

Penurunan ini sejalan dengan upaya penguatan post-market yang dilakukan BPOM melalui pembinaan kepada pelaku usaha terkait penerapan cara peredaran pangan olahan yang baik (CPerPOB).

Jenis temuan pangan terbesar merupakan pangan TIE sebesar 49,03 persen. Produk itu banyak ditemukan di wilayah kerja UPT Tarakan (Kalimantan Utara), Pekanbaru, Palopo (Sulawesi Selatan), Banda Aceh, dan DKI Jakarta. Produk TIE ini berupa cokelat olahan, bumbu, permen, minuman serbuk, dan biskuit.

Kemudian temuan pangan kedaluwarsa sebesar 31,89 persen (60.151 pcs) di wilayah kerja UPT Manado (Sulawesi Utara), Palopo (Sulawesi Selatan), Belu, Kupang, dan Ende (Nusa Tenggara Timur). Produk kedaluwarsa berupa jeli/agar/puding, minuman serbuk, bumbu, bahan tambahan pangan (BTP), dan mi/pasta.

Sementara untuk temuan pangan rusak sebesar 19,09 persen (36.006 pcs) banyak ditemukan di wilayah kerja unit pelaksana teknis (UPT) Semarang (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Belu (NTT), Sofifi (Maluku Utara), dan Palopo (Sulawesi Selatan).

Produk pangan rusak ini berupa ikan olahan dalam kaleng, mi/pasta, produk kental manis (susu/krimer), susu ultra high temperature (UHT)/steril, dan bahan tambahan pangan (BTP).

Rizka mengatakan, produk TIE impor banyak ditemukan di wilayah perbatasan negara seperti, Tarakan, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jalur ilegal dan dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif.

“Selain itu, produk TIE impor juga banyak ditemukan di wilayah yang banyak warga negara asing (WNA) berdomisili seperti di wilayah Jakarta dan Palopo. Hal ini karena tingginya demand/permintaan WNA terhadap produk tersebut,” kata Rizka.

Sejak 4 Maret 2024, Petugas BPOM di 76 UPT BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia terjun ke lapangan melakukan pemeriksaan bersama lintas sektor terkait dan masyarakat. Kegiatan akan terus dilanjutkan hingga 1 minggu setelah Idulfitri.

Kegiatan pengawasan ini berfokus pada produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu tanpa izin edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, rusak, dan pangan takjil buka puasa yang mengandung bahan dilarang.

BPOM menargetkan pengawasan pada sarana peredaran yang memiliki rekam jejak kurang baik, termasuk gudang marketplace, sesuai tren belanja masyarakat yang banyak dilakukan melalui online.

Sampai dengan kegiatan pengawasan tahap IV, pemeriksaan telah menyasar 2.208 sarana, terdiri dari 920 sarana ritel modern, 867 sarana ritel tradisional, 386 gudang distributor, 28 gudang importir, dan tujuh gudang e-commerce.

BPOM akan terus mengintensifkan pengawasan dan melaporkan jumlah sarana yang diperiksa hingga tahap terakhir intensifikasi pengawasan pangan.

BPOM telah menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut dengan melakukan langkah-langkah penanganan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.

Tindak lanjut itu termasuk melakukan pengamanan dan menginstruksikan retur/pengembalian produk kepada supplier produk TIE, serta pemusnahan terhadap produk rusak dan kedaluwarsa.

Selain pengawasan, BPOM juga melakukan pengawasan daring/online melalui patroli siber. 

Hasilnya, ditemukan 17.586 tautan yang menjual produk TIE pada platform e-commerce dengan nilai ekonomi lebih dari Rp31 miliar.

Rizka membeberkan, BPOM telah berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan konten (take down) terhadap tautan yang teridentifikasi menjual produk TIE.

Untuk meningkatkan kesadaran pelaku usaha dan mengurangi peredaran pangan TIE, BPOM berperan aktif memfasilitasi pelaku usaha, termasuk usaha mikro kecil (UMK) melalui pendampingan terhadap pemenuhan persyaratan pendaftaran produk pangan olahan.

Masyarakat diimbau untuk tidak membeli produk TIE dan beralih ke produk lokal yang aman dan berkualitas. Hal ini penting untuk melindungi kesehatan dan mendukung perekonomian nasional.

Tinggalkan Balasan

Bupati Kotabaru dan Rombongan Kunker Serahkan Bansos di Pulaulaut Timur

Kepada 214 CPNS Baru, Pimpinan KPK Beri Pesan Tegakkan Integritas