Indonesia merupakan negara yang sangat rawan terhadap ancaman bencana. Sebab posisinya yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia Lempeng Indo -Austalia, Lempeng Eurasia da Lempeng Pasik.
Terlebih lagi dengan adanya dampak perubahan iklim yang semakin nyata, maka ancaman bencana semakin meningkat di Indonesia.
Sepanjang tahun 2023, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 4,940 kejadian bencana yang terjadi di wilayah Indonesia, dengan bencana hydrometeorogi mendominasi.
Namun, bencana geology seperti gempa bumi yang memicu sunami walau jarang terjadi, selalu menimbulkan korban yang tidak sedikit dengan kerugian ekonomi dan infrastruktur yang sangat massif.
Untuk menghadapi Ancaman bencana dan meningkatkan ketangguhan masyarakat Indonesia, Islamic Relief Indonesia (IRI) telah melakukan kegiatan pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat pasca bencana sunami di Aceh beberapa tahun silam.
Pada tahun 2010, Islamic Relief Bersama UNOCHA dan LPBINU melakukan penelitian terkait peran rumah ibadah dalam situasi kedaruratan bencana.
Lalu, pada tahun 2013, Islamic Relief mengembangkan sebuah program “the Role of Faith Leaders and Religious Places in Disaster Management” yang dilaksanakan di NTB dan Sumatra Barat.
Belajar dari pengalaman dan praktik baik yang telah dilakukan di NTB dan Sumbar tersebut, kegiatan pengurangan resiko bencana ini mengalami pengembangan dengan menerapkan pendekatan Chanel of Hope (COH), sebuah pendekatan yang menekankan pada keterlibatan lebih dalam dan kepedulian mendasar para tokoh agama di dalam manajemen resiko bencana di Kabupaten Sigi dan Kota Palu pasca kejadian bencana Gempa Bumi, Tsunami, dan Liquifaksi pada tahun 2018.
Dalam program ini, para tokoh agama dari berbagai agama memainkan peran penting dan terlibat dalam mewujudkan ketangguhan daerah, dengan terlibat dalam pembentukan Forum PRB (Pengurangan Resiko Bencana), Penyusunan Kajian Resiko Bencana (KRB), serta penyusunan Rencana Penanggulangan Daerah (RPD) dan terlibat pada kegiatan-kegiatan pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana) di wilayah kabupaten Sigi dan kota Palu.
Pada tahun 2020, para tokoh agama Islam, Kristen, dan Hindu yang sudah terlibat dalam kegiatan pengurangan resiko bencana ini, bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan pelatihan (PUSDIKLAT)-BNPB melakukan penyusunan modul pelatihan Penanggulangan Bencana untuk Tokoh Agama Islam, Kristen Protestan dan Hindu dengan mengupas materi dan pelatihan kebencanaan berdasarkan perspektif agama masing masing.
Modul tersebut telah disambut baik oleh para pihak, terutama para pemangku kepentingan di bidang kebencanaan dan para tokoh agama lainnya, saat melaunching tiga Modul tersebut pada akhir tahun 2022.
Menindak lanjuti hasil positif tersebut, pada awal tahun 2024 ini melalui program “Deepening Role of Faith Leaders and Religious Places in Disaster Risk Management (DROFLERD)”, Islamic Relief bersama dengan PUSDIKLAT BNPB Indonesia kembali melanjutkan kegiatan untuk penyusunan Modul Pelatihan Penanggulangan Bencana untuk tiga agama lainnya yaitu Katolik, Budha dan Konghuchu.
Program ini didorong untuk dapat menghasilkan para champion tokoh – tokoh agama yang akan menerapkan ketangguhan bencana di rumah–rumah Ibadahnya masing-masing di DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah.
Untuk memulai program ini, pada awal Januari 2024, telah dilakukan lokakarya perencanaan program dengan melihatkan para pemangku kepentingan, BNPB, dan Kementerian agama yang menelurkan beberapa rekomendasi utama, yaitu :
1. Perlunya identifikasi dan pengumpulan data rumah ibadah-rumah ibadah di Indonesia untuk dimasukkan ke dalam aplikasi INARISK, sehingga dapat diidentikasi tingkat resiko bencana rumah ibadah-rumah ibadah tersebut dan jemaatnya, setelah dioverlay dengan peta kerentanan dan kapasitas yang sudah ada di dalam aplikasi INARISK.
2. Perlunya disusun suatu pedoman bagi rumah ibadah-rumah ibadah dalam melakukan manajemen kedaruratan bencana, manakala rumah ibadah tersebut digunakan sebagai tempat evakuasi bagi umat beragama lain.
3. Perlunya dibentuk Kelompok Kerja Multistakeholder melibatkan BNPB, Kementerian Agama, Serta Pegiat Pengurangan Resiko Bencana dari Masyarakat, FKUB, organisasi keagamaan, NGO, pengusaha, pers, dll dalam memajukan peran tokoh agama dan rumah ibadah dalam penanggulangan bencana.
4. Perlunya dikeluarkan regulasi dalam bentuk Perka/Perban BNPB tentang Rumah Ibadah Tangguh Bencana.
Tepat pada Rabu 28 Februari 2024, Yayasan Relief Islami Indonesia menggelar Kick Off Workshop “Progam Pendalaman Peran Tokoh Agama dan Rumah Ibadah dalam Manajemen Penanggulangan Bencana Provinsi Sulawesi Tengah”, bertempat di Hotel Rama, Kota Palu.
Pada momen itu, dilakukan juga penandatanganan nota kesepahaman (MoU) oleh pihak Yayasan Islamic Relief dan FKUB Sulteng dalam melakukan kerjasama membangun peran lebih tokoh agama dan rumah ibadah dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Penandatanganan MoU tersebut disaksikan langsung oleh pihak BPBD Provinsi Sulawesi Tengah, dan tokoh agama yang ada di Sulawesi Tengah.
“Alhamdulillah, Islamic Relief dan FKUB disaksikan oleh BPBD provinsi Sulawesi Tengah telah menandatangani nota kesepahaman (MOU) dalam melakukan kerjasama membangun peran lebih tokoh agama dan rumah ibadah dalam kegiatan penanggulangan bencana pada momen Kick Workshop program DROPLERD ini,” tutur Nanang Subana Dirja selaku CEO Yayasan Relief Islami Indonesia, Rabu (28/02).
“Sebagai lanjutan dari kegiatan ini, Islamic Relief dan FKUB serta BPBD sebagai leding sector dapat secara Bersama menerapkan kegiatan – kegiatan kebencanaan yang berfokus pada rumah ibadah seperti kajian Risiko Bencana berbasis rumah ibadah, menyusun rencana aksi PB, membentuk tim PB rumah ibadah, serta melakukan kegiatan sosialisasi bencana melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah ibadah dan melakukan kegiatan latihan–latihan simulasi bencana di rumah Ibadah agama Budha, Konghucu, dan Katolik. Sementara untuk agama Islam, Kristen dan Hindu kualitasnya dapat dilakukan peningkatan,” lanjutnya.
Pihaknya berharap, kegiatan pengurangan resiko bencana yang melibatkan tokoh agama ini terus berlanjut dan menjangkau semua rumah ibadah.
“Besar harapan kami, kegiatan penanggulangan bencana berbasis rumah ibadah ini dapat terus berkembang dan berkelanjutan pada tokoh agama dan rumah – rumah ibadah di tempat-tempat lainnya sehingga Indonesia akan semakin siap dan Tangguh dalam menghadapi bencana,” harap Nanang.