Pemantauan persidangan merupakan langkah preventif penting untuk memastikan para hakim bersikap independen dan imparsial dalam memutus perkara pemilu, tanpa intervensi dari pihak mana pun.
Upaya itu bertujuan untuk menilai penerapan hukum acara, penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), serta kondisi dan layanan pengadilan.
Anggota Komisi Yudisial (KY), Joko Sasmito, dilansir dari infopublik.id menjelaskan, hakim telah menerapkan hukum acara berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kecuali jika ada ketentuan lain dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Contohnya, hakim membuka sidang dengan menyatakan bahwa sidang terbuka untuk umum dan memastikan asas praduga tak bersalah dijunjung tinggi.
“Pemantauan persidangan bertujuan mencegah pelanggaran KEPPH oleh hakim. Artinya, upaya KY dianggap berhasil jika tidak ditemukan pelanggaran etik selama persidangan,” ujar Joko dalam penyampaian media release Hasil Pemantauan Persidangan Tindak Pidana Pilkada 2024, di Akmani Hotel, dikutip dari infopublik.id, Rabu (6/11/2024).
Joko juga memaparkan bahwa KY memantau berbagai aspek situasi dan kondisi pengadilan, seperti ketersediaan informasi tentang agenda sidang, jadwal sidang, susunan majelis hakim, serta dukungan dan fasilitas pengadilan, termasuk jaminan keamanan bagi hakim saat bersidang.
Ia menambahkan bahwa absennya pelanggaran hukum acara maupun etik oleh hakim dalam persidangan tindak pidana pemilu dapat dikaitkan dengan pelatihan yang sebelumnya diadakan oleh KY.
Hal ini menunjukkan efektivitas pembinaan yang dilakukan untuk menjaga standar etik.
Selama periode Januari hingga Oktober 2024, KY memantau 74 persidangan di 52 pengadilan negeri yang tersebar di 23 provinsi. Rinciannya meliputi Nusa Tenggara Barat (7 sidang), Aceh (7), Nusa Tenggara Timur (6), Papua (6), Sulawesi Utara (5), Sulawesi Selatan (5), Riau (4), Lampung (4), dan Sumatera Utara (4).
Pemantauan juga dilakukan di Jawa Tengah (4 sidang), Jawa Timur (3), Kalimantan Utara (3), Sumatera Barat (3), Gorontalo (2), Kalimantan Tengah (2), Papua Barat (2), Sulawesi Barat (1), Sulawesi Tenggara (1), Kalimantan Selatan (1), Jawa Barat (1), DKI Jakarta (1), Kepulauan Riau (1), dan Maluku Utara (1).
Jenis tindak pidana pemilu yang disidangkan meliputi politik uang, tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye, memberikan suara lebih dari satu kali, pelanggaran larangan kampanye, dan upaya menggagalkan pemungutan suara.
“Petugas pemantauan menilai tiga aspek utama: penerapan hukum acara, penegakan KEPPH, dan kondisi serta pelayanan pengadilan,” jelas Joko.