Penelitian dengan tema “Kebijakan Strategis dalam Peningkatan Partisipasi Masyarakat Terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Banjar” hasil kerjasama Pemerintah Kabupaten Banjar dan Universitas Islam Kalimantan selesai dilaksanakan.
Sehubungan dengan hal tersebut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Banjar, melalui Bidang Litbang dan Inovasi menggelar Ekspose Akhir Penelitian, yang dibuka Kabid Litbang dan Inovasi Yanuarsa, di aula Bauntung Martapura, Senin (19/6/2023) pagi.
Sebagai kilas balik perlunya dilaksanakan penelitian guna meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap JKN, adalah data tahun 2022 yang menunjukan bahwa cakupan Universal Health Coverage (UHC) Kab. Banjar masih tergolong relatif rendah, dengan angka 66,83%, dari jumlah penduduk 561.665 jiwa. Selanjutnya Data Tahun 2023, cakupan UHC Kabupaten Banjar mengalami peningkatan yakni menjadi 73,12%.
Kendati demikian hal ini masih cukup mengkhawatirkan mengingat target cakupan kepesertaan JKN dalam RPJMN tahun 2020-2024 adalah 98% dari total penduduk. Sehingga diperlukan Kebijakan Strategis peningkatan partisipasi masyarakat dalam program JKN BPJS. Policy Brief ini merupakan konseptualisasi design atau model kebijakan strategis Kabupaten Banjar yang sesuai dengan kebutuhan daerah guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
Kepala Bidang Litbang dan Inovasi Yanuarsa, menyambut baik hasil dari penelitian ini, tentunya sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Banjar, dalam rangka mengambil langkah strategis untuk menentukan kebijakan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah kepesertaan JKN di Kabupaten Banjar.
Dari hasil paparan penelitian, Ketua Peneliti Dr. Yati Nurhayati menjelaskan, secara garis besar masyarakat memiliki keinginan untuk bergabung dengan JKN. Namun demikian terdapat 2 faktor determinan utama yang menjadi pertimbangan utama masyarakat untuk bergabung, yaitu pendapatan perbulan dan jumlah tanggungan. Selanjutnya, pengetahuan masyarakat terhadap JKN memiliki pengaruh negatif. Hal ini dapat berarti dua hal, dimana pertama masyarakat mungkin masih memiliki pemahaman yang rendah terhadap skema JKN, baik dalam skema mandiri, PBI APBN, maupun PBI APBD. Sementara di sisi lain, pemahaman terhadap JKN mungkin dianggap salah oleh masyarakat sehingga memiliki pengaruh yang negatif.
“Pendapatan bulanan dan jumlah anggota keluarga yang ditanggung memiliki peran penting dalam memperkuat hambatan bergabung ke Asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pendapatan bulanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk membayar premi asuransi kesehatan,” Ujar Yati.
Factor lain yaitu jumlah anggota keluarga yang ditanggung juga memainkan peran penting. Semakin banyak anggota keluarga yang harus ditanggung dalam program asuransi, semakin tinggi biaya premi yang harus dibayarkan. Jika seorang individu memiliki keluarga yang besar, biaya premi akan lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang hanya bertanggung jawab atas diri sendiri.
Hal ini dapat menjadi hambatan bagi mereka yang memiliki anggota keluarga yang banyak atau memiliki tanggungan finansial lainnya serta beberapa faktor lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah diantaranyaKebijakan Kolaborasi Tokoh Masyarakat. Bahwa design kebijakan ini diharapkan dapat mencapai manfaat dengan melibatkan tokoh masyarakat baik dalam bidang keagamaan (ulama), kemasyarakatan, maupun tokoh-tokoh pemimpin desa maka akan meningkatkan public engagement dan public expose masyarakat terhadap manfaat program JKN secara signifikan. Hal ini dikarenakan tokoh masyarakat cenderung mempunyai kedekatan ikatan emosional dengan masyarakat, maka untuk mengakomodir berbagai gagasan-gagasan untuk kepentingan masyarakat, tokoh masyarakat diharapkan mampu meningkatkan keinginan partisipasi masyarakat terhadap program JKN BPJS Kesehatan.
“Kebijakan lainnya yaitu kebijakan Kolaborasi Perusahaan dan BUMD yang ada di Kabupaten Banjar melalui Program CSR. Pemerintah Daerah perlu membuat kebijakan berkaitan dengan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan dan BUMD di Kabupaten Banjar. Ini berguna untuk mengurangi beban biaya anggaran APBD untuk membantu masyarakat kurang mampu yang tidak tercover JKN BPJS Kesehatan Skema PBI” jelas Yati dkk.
“Pemerintah daerah dalam melakukan sosialisasi harus tepat sasaran. Yaitu melakukan sosialisasi khusus berbasis data pada lokasi-lokasi kecamatan dan desa dimana angka kepesertaan JKN BPJS Kesehatan masih cenderung rendah. Sosialisasi ini bisa berjalan efektif dengan kerjasama dari tokoh-tokoh ulama masyarakat Kabupaten Banjar. Program JKN-KIS memiliki konsep protection, sharing, dan compliance. Artinya, kita semua harus berperan aktif melindungi diri sendiri dan keluarga (protection), berbagi dengan sesama dalam skema gotong royong yang merupakan budaya Indonesia (sharing) serta patuh sebagai warga negara dengan menjadi peserta Program JKN-KIS (compliance). Adanya partisipasi tokoh ulama diharapkan bisa menjadi role model dan motor penggerak bagi masyarakat dalam hal partisipasi kepesertaan JKN-KIS dan lain-lain,” pungkasnya.