Pilkada di Kota Banjarbaru ramai menjadi sorotan, dari daerah hingga gaungnya sampai nasional. Sejumlah pendapat dilontarkan terkait pelaksanaan Pilkada yang hanya menyisakan satu Pasangan Calon.
Pengamat Politik Banua Sirajuddin Kahfi turut memberikan komentarnya terkait pelaksanaan hingga fenomena Pilkada satu Pasangan Calon.
Sirajuddin mengira, pelaksanaan Pilkada di Kota Banjarbaru merupakan paling membosankan di Kalimantan Selatan, namun diakuinya perkiraannya salah.
“Saya kira Pilkada Banjarbaru adalah Pilkada paling boring di Kalimantan Selatan, tapi ternyata Pilkada di Banjarbaru adalah Pilkada dengan drama politik ter epic tahun ini,” katanya.
Pilkada Kota Banjarbaru sendiri sebelumnya diisi oleh dua pasangan calon, yang akhirnya menjadi satu pasangan calon, setelah Aditya – Said Abdullah didiskualifikasi oleh KPU Banjarbaru, atas dasar temuan pelanggaran yang ditemukan oleh Bawaslu Kalsel.
Disaat bersamaan, Sirajuddin menyoroti, warga Kota Banjarbaru malah melihat Lisa Halaby sebagai common enemy (musuh bersama-red), tapi tidak ada yang melihat bagaimana Aditya dan Said Abdullah sebagai paslon yang melanggar aturan.
“Yang menang dihina, yang melanggar dipuja-puja,” ujarnya.
“Ini tentu satu anomali yang unik di Pilkada Banjarbaru, tapi saya tahu kenapa, karena Lisa Halaby dan Aditya tidak bisa dibandingkan. Lisa Halaby orang baru di politik, sedangkan Aditya Mufti Ariffin itu The Real Politician,”sambungnya.
Sirajuddin Kahfi menjelaskan, jika ditarik ke belakang, Aditya lebih dulu berkiprah di perpolitikan daerah hingga nasinal, dimana Aditya pernah menjabat sebagai wakil rakyat di DPR RI dan walikota, dimana sebelum memenangkan Pilkada 2020, Aditya nyatakan diri mundur dari tahapan Pilkada Banjarbaru.
“Setelah ada kejadian Nadjmi Adhani almarhum Walikota Banjarbaru pada saat itu meninggal dunia di bulan agustus 2020, tidak lama setelah beliau meninggal 7 hari kemudian Aditya Mufti Ariffin kembali mengumumkan pencalonannya di Pilkada Banjarbaru, kalau bukan politisi mau kita sebut apa Aditya. Inikan artinya dia tahu betul sebenarnya kalau dia melawan pak Nadjmi bisa jadi gak akan menang, karena memang pada saat itu surveinya tinggi banget sebagai petahana, makanya Aditya ini ketika melihat tragedi kematian pak Nadjmi dia malah menggunakannya sebagai keuntungan dia, politisi ini pak,” beber Sirajuddin.
Melihat taktik politik Aditya sebelumnya, Sirajuddin Kahfi mewajarkan akan narasi yang keluar dan menyebar di masyarakat Kota Banjarbaru saat ini.
“Ini saya katakan memang pada akhirnya sekarang kalau kita melihat keadaan yang terjadi, sangat wajar kemudian kalau dia yang melanggar aturan tapi kok bisa dia mengubah keadaan menjadi seolah-olah orang yang paling menjadi korban daripada yang terjadi hari ini, dan kemudian menjadikan Lisa dan Wartono adalah peserta yang memang menghalalkan segala cara, tapi memang dia sangat jago untuk bikin opini publik demikian, makanya saya bilang nih sekarang, ibu Lisa Halaby nanti kalau memimpin Banjarbaru harus belajar dengan pak Adit untuk politiknya, karena dia betul-betul the real politician,” ungkapnya.
Selain itu, Sirajuddin Kahfi juga menilai Pilkada Banjarbaru pertarungan antara Lisa dengan hampir seluruh warga Kota Banjarbaru, dimana tingginya suara tidak sah di Banjarbaru pencerminan amarah warga Kota Banjarbaru, yang ingin disampaikan pada saat Pilkada.
“Lisa Versus Almost Everybody di banjarbaru, tingginya suara tidak sah di Banjarbaru itu seperti mencerminkan ada amarah warga Banjarbaru yang ingin disampaikan pada saat Pilkada kemarin, tapi sayangnya amarah itu memang pada akhirnya hanya bisa diluapkan kepada satu paslon, Lisa dan Wartono,” ucap Sirajuddin.
Dengan dinamika yang ada, Sirajuddin Kahfi menganggap sebagai ujian pertama bagi Lisa Halaby untuk memahami warga Kota Banjarbaru.
“Ini sebenarnya mungkin menjadi ujian pertama bagi Lisa Halaby untuk bagaimana bisa memahami kondisi warga Kota Banjarbaru sekarang. yang jua perlu ibu lisa pahami, saya mungkin warga banjarbaru sekarang juga sedang proses transisi, sedang proses untuk menerima bahwasanya akhirnya mereka akan dipimpin oleh walikota perempuan pertama di kotanya, dan tentu ini bukan hal yang mudah, karena kita sudah terbiasa dengan pemimpin laki-laki, ini betul terdengar seksi tapi itu yang terjadi, karena saya pernah tanya ke teman-teman saya yang di Banjarbaru, orang banjarbaru, kenapasih sebenarnya kalian itu kayaknya enggak suka dengan Lisa, jawabannya rata-rata sama, kira-kira masa mau dipimpin cewek/wanita,” tuturnya.
Untuk melerai kekakuan akan adanya pemimpin wanita di Kalimantan Selatan, khususnya Ibu Kota Kalimantan Selatan yakni Kota Banjarbaru, Sirajuddin Kahfi mengingatkan adanya dua pemimpin perempuan di Provinsi Jawa Timur, yakni Tri Rismaharini yang pernah menjabat sebagai Walikota Surabaya, dan juga Khofifah Indar Parawansa mantan Gubernur Jawa Timur, dimana keduanya dicintai warganya.
“Mengapa mereka berdua dicintai?, karena ternyata pemimpin perempuan memimpin pakai empati, ini wajar mungkin karena naluriah keibuan mereka hadir disana untuk warganya, saya cuma berharap Banjarbaru mungkin akan merasakannya nanti di kepemimpinan ibu Lisa dan Wartono,” harapnya.
Untuk warga Kota Banjarbaru, Sirajuddin Kahfi memberikan saran agar santai melihat drama politik yang terjadi, dan tidak ikut terbawa arus.
“Saya mau mengingatkan teman-teman di Kota Banjarbaru, karena ini drama politiknya bisa berlanjut sampai berjilid-jilid, jadi saya sarankan teman-teman duduk santai, nikmati drama politiknya enggak usah ikut terbawa arus, mau ada yang berdebat orang itu ngasih opini dari melbourne, hendak dari kuburan, lihat akan aja (biarkan saja-), kada jadi baras jua jar urang tu (kata orang tidak akan jadi beras_red). Aku ingat satu pepatah, gajah-gajah bertarung, pilanduk mati di tengah-tengah, artinya apa kalau orang-orang berkedudukan tinggi saling berkelahi satu sama lain yang jadi korbannya orang kecil,” tutupnya.